Persiapan Menyambut Awal Ramadhan di Lingkungan Perumahan Saya

Setiap kali saya berdo’a kepada Allah, saya selalu meminta ingin merasakan suasana Ramadan dari tahun ke tahun. Karena saya merasakan sendiri bahwa suasana Ramadan sangat indah dan berbeda dari hari biasa. Setiap amal baik di lipatgandakan dan saya merasa hati saya benar-benar di kader agar menjadi lebih baik. Setiap malam setelah sholat Tarawih saya akan mendengarkan bacaan ayat Al Qur’an hingga dini hari. Suasana malam tidak sepi namun begitu sangat indah dengan lantunan ayat suci Al Qur’an. 






Alhamdulillah… Allah masih memberikan umur panjang pada saya sampai saat ini. Saya bisa merasakan awal Ramadan yang begitu indah. Yang biasanya setiap malam di depan rumah terasa sepi sekarang banyak anak-anak yang bermain termasuk anak saya. Sehabis sholat Teraweh mereka semua bermain, ada yang bermain sepeda, bermain bola, petak umpet, dan ada yang keliling perumahan dengan membawa kaleng bekas dan sejenisnya sebagai media dan terik-teriak “sahurrrr”. 

Persiapan Ramadan kali ini untuk diri saya adalah hati. Saya harus benar-benar mensucikan hati saya dari rasa iri, dengki dan perasaan negatif. Saya harus ikhlas mengisi hati ini dengan segala perbuatan yang baik dan selalu berprasangka baik pada semua orang. Memang sulit dan saya hanya bisa berkata, kadang kalau dilaksanakan terasa berat. Berat memang, seperti ujian. 

Orang-orang yang sangat tulus memaafkan dan menerima adalah termasuk orang yang bertaqwa. Saya masih belajar akan hal itu, tidak mudah memang, semuanya butuh proses dan kesadaran dari diri sendiri. Saya ingin sekali masuk dalam golongan orang yang beriman dan bertaqwa. Tapi tidak semua orang bisa seperti itu, termasuk saya. Sulit kalau benar-benar nggak ikhlas.



Persiapan menyambut Ramadan terasa sekali di lingkungan perumahan saya. Dua minggu sebelum Ramadan, di perumahan saya melaksanakan kerja bakti. Hal ini dikoordinir oleh bapak RT dan RW setempat agar warganya bergotong royong membersihkan lingkungan perumahan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Biasanya kerja bakti dilaksanakan pada hari Minggu karena kebanyakan dari warga di perumahan saya libur kerja. Lain lagi bagi mereka yang kerjanya shift-shift an. 

Ada beberapa warga yang memang senang sekali mendengar kabar kerja bakti ini, ada yang biasa-biasa saja, dan ada juga yang ogah-ogahan. 

Warga yang memang senang dengan kegiatan kerja bakti ini biasanya mereka lebih banyak bekerja. Dimulai dari pagi hari sebelum warga lain kumpul dan selesainya paling akhir. Kadang saat yang lain bekerja banyak ngobrolnya tetapi yang giat bekerja ini malah tidak mau ngomomg. Mereka ingin pekerjaannya cepat selesai dan beres semua.



Untuk warga yang biasa-biasa saja, contohnya begini. Saat mereka mendapat informasi kerja bakti mereka tidak menolak dan mereka datang pada waktu itu juga. Namun mereka datang hanya sebagai simbolis saja, kerjanya kurang dan banyak diamnya. Tapi kalau disuruh ini itu, mereka masih mau. Intinya mereka kumpul dan menampakkan wajah. “Ini loh aku datang kerja bakti”. 

Untuk warga yang ogah-ogahan, contohnya seperti ini. Mereka sudah tau ada kerja bakti namun mereka tidak hadir pada waktu kegiata/pelaksanaan kerja bakti. Padahal posisi mereka ada dirumah, namun mereka lebih mementingkan kumpul bersama keluarganya daripada kegiatan warga ini. 

Bagi warga yang tidar hadir dalam acara kegiatan warga seperti kerja bakti ini, mereka harus membayar sanksi berupa uang. Namun kadang mereka mengelak dari kewajiban membayar denda itu. Tapi ya sudahlah, bagi mereka yang tidak membayar sanksi, semua kembali kepada kesadaran diri masing-masing. 



Selain kerja bakti membersihkan lingkungan perumahan, mulai dari pemusnahan rumput liar dan membersihkan saluran air (got) tradisi lainnya di lingkungan perumahan saya adalah megengan. 

Sudah menjadi tradisi megengan ini setiap tahunnya. Para warga di daerah saya selalu membawa nasi kotak dan dikumpulkan ke masjid. Setiap rumah/keluarga setidaknya membawa 2 nasi kotak untuk diantar kemasjid lebih juga tidak apa-apa, pokoknya minimal 2 nasi kotak. Yang mengantar nasi kotak ke masjid biasanya ibu-ibu, kadang mereka janjian dulu saat akan membawa nasi kotak untuk dibawa ke masjid.

Kemudian setelah sholat Isya’ seluruh warga muslim baik bapak maupun ibu di perumahan saya kumpul di masjid untuk mendapatkan pengajian yang mendatangkan penceramah. Masih lengkap dengan memakai mukena, ibu-ibu memang sengaja berdiam diri di masjid untuk menunggu acara pengajian dimulai. Acara pengajian ini biasanya selesai pukul 9 malam dan ditutup dengan do’a dan terakhir adalah makan bersama dengan nasi kotak yang telah dibawa oleh ibu-ibu. Dimakan di tempat juga boleh atau dibawa pulang juga boleh. Kalau saya mending dibawa pulang, makan bersama anak saya. 

Saya juga menyempatkan pulang kampung untuk silaturahim dan meminta maaf kepada orang tua. Selama 2 hari saya berkumpul dengan keluarga di desa, melihat alam dan segala keindahannya. Yang terpenting adalah meminta maaf kepada orang tua terutama ibu. Semoga Allah selalu meridho’i segala langkah kita. 

Begitulah cerita saya menyambut bulan Ramadhan, kalau cerita kalian menyambut Ramadhan seperti apa?


Salam,
Dwi Puspita



No comments:

Post a Comment

Yuk berkomentar :)