Yuk berbagi, buat bekal di akherat

Namanya Yufi, dia sahabatku. Aku mengenalnya sejak pertama kali masuk SMA. 3 tahun aku bersamanya, mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 3 SMA aku selalu sekelas dengannya. Lanjut kuliah, kuliah 1 kampus, dan kami tinggal sekamar hingga akan lulus kuliah. 

Yufi anaknya mudah bergaul, mudah akrab dengan teman yang baru dikenalnya. Gaya bicaranya mengalir spontan dan sangat akrab sekali bak sudah berteman bertahun-tahun dengan teman yang baru dikenalnya. Tak ayal lagi jika teman-temannya banyak. Jarene wong Jowo, Yufi iku wong'e grapyak.

Banyak sekali kebaikan yang ditebar Yufi, dulu waktu aku masih tinggal 1 kos dengannya, kebaikannya tak terhitung banyaknya, entah itu denganku atau teman lainnya. Yufi selalu meminjamkan sepeda motornya kepada teman-teman kos tanpa mengharap imbalan buat pengganti BBM, selain itu Yufi bersedia mengantarkan dan menjemput temannya ke kampus. Itulah Yufi, sahabat yang aku kenal. 

Aku berpisah dengannya saat aku lulus kuliah, aku pindah kos karena aku mencari tempat yang lebih mendekati dengan tempat kerjaku sedangkan Yufi lanjut kuliah S2. Masalah berbaginya patut diajungi jempol. Saat aku tanya, berbagi apa saja dia di bulan Ramadhan ini? Sering nggak berbagi ke Masjid atau ke anak yatim? 

Dia terdiam sejenak, mulai berpikir. Dia berbagi ilmu kepada adik-adik kelasnya yang akan menyusun skripsi untuk kelulusan S1. Adik-adik kelasnya yang sangat membutuhkan transfer ilmu darinya sangat terbantu sekali. 

Yufi selalu siap didatangi adik-adik kelasnya selepas teraweh, hingga larut malam dalam membantu menyelesaikan dan mengatasi serta transfer ilmu kepada orang lain yang membutuhkan ilmunya.

Itulah Yufi, menurutnya berbagi itu tidak harus materi,,,ilmupun harus kita bagikan kepada orang lain. Berlomba-lomba kebaikan di bulan Ramadhan itu banyak sekali, salah satunya adalah berbagi ilmu. Jangan pelit ilmu, ilmu itu hendaknya dibagikan bukan disimpan.

Yufi dan Aku :)

Lain halnya dengan Yufi, lainnya halnya dengan Lilik. Lilik, dia juga temanku, sahabatku juga. Aku mengenalnya saat SMA sama seperti Yufi, pernah sekelas saat kelas 2 SMA. Lanjut kuliah, kami masih 1 kampus, dan 1 kos juga, namun tak pernah sekamar. 

Lilik anaknya cenderung pendiam dan pemalu. Namun dibalik diamnya dia tersimpan banyak kebaikan kepada teman-temannya. Lilik selalu mau diajak oleh teman-temannya saat teman-temannya membutuhkan bantuan. Dan Lilik selalu mau dan siap walau dia sedang istirahat, belajar, ataupun sedang tidur. 

Tak ayal jika teman-temannya selalu menganggapnya Malaikat penolong, karena tidak pernah dia menolak ajakan teman-temannya dan karena dia teman yang super baik. Nah, di bulan Ramadhan ini dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu yang amat berharga. Bulan Ramadhan yang penuh dengan ampunan serta amalan yang nantinya menjadi bekalnya di akhirat. Sifat dermawan Lilik patut dicontoh dan ditiru.

Inipun saat aku mewawancarainya, dianya nggak mau. Dengan kata lain menolak. Dia nggak mau disebar-sebarkan kebaikannya, nanti malah hilang pahalanya. Takut dikatakan pamer lah, inilah, itulah. Lah, piye tha arek iki, la wong seng disebarin bukan kejelekan kok, wong kebaikan. La wong biar orang lain terinspirasi kok, malah disuruh diam-diam.
Dengan berat hati akhirnya dia mau. Oke nggak papa, semoga orang lain beneran terinspirasi ya, katanya.

Lilik, mengatakan berbagi itu tidak hanya di bulan Ramadhan melainkan tiap hari. Berbagi kepada orang tua, tetangga, adik, kakak, dan kerabat kita yang lain. Berbagi tidak hanya berupa materi, berbagi bisa juga dengan tenaga dan pikiran yang kita punya. 

Seperti membantu meringankan pengeluaran orang tua, yaitu dengan membantu membayar biaya sekolah adik. Berbagi kepada tetangga, dengan berbagi apa yang kita punya. Misal sekarang kita buat kolak pisang, hendaknya tetangga-tetangga yang lain juga dikasih karena hal itu akan mempererat tali silaturahmi, lagian dalam Hadits sudah dijelaskan "Hendaklah memuliakan tetangga". Jadi, berbagi itu tidak hanya di masjid, anak yatim, namun tetangga dekat juga harus  kecipratan rezeki yang kita miliki karena jika ada apa-apa pasti tetangga yang akan kita mintai pertolongan terlebih dahulu.
Lilik dan Aku :)
Nah, kalau suami sendiri nih ya, malah malu-malu kucing saat aku wawancarai. Suami tergolong orang yang hidupnya pas-pasan, memang dari keluarganya selalu mengajarkan berbagi walau lagi kesusahan. 

Aku saja salut dengan ibu mertuaku, walaupun yang dimakannya pas-pasan, beliau masih bisa berbagi kepada 10 orang yang berpuasa. Sifat dermawan dan pas-pasan ibu mertuaku nurun ke suamiku. Berbagi itu tidak harus uang. Walaupun uang, kalau nggak ikhlas percuma.

Ngasih 50 ribu tapi nggak ikhlas ataupun riya, pengen dipuji orang, nggak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan ngasih 5000 tapi dia ikhlas dan bukan pamer, apalagi yang ada didompetnya tinggal uang 5000 itu doank, lalu dia sedekahin. Subhanallah, tunggu saja janji Allah nantinya.

Berbagi itu banyak, salah satunya nih ya... Adik kan punya sepeda motor, daripada sendirian berangkat kerjanya, mendingan tawarkan pada teman adik yang lain yang satu jalur berangkat kerjanya dan yang memang membutuhkan kita. Bisa kita ajak berangkat dan pulang kerja bersama. Dianya sudah senang, terus sepeda motor yang kita miliki terasa sekali manfaatnya. Walaupun sepeda motor kita butut tapi bisa memberikan manfaat ke orang lain. Iya ta?
 
Suami dan Aku :)

Banyak sekali sebenarnya rasa berbagi itu. Semua yang kita lakukan semata-mata hanya mengharap ridha dari Allah. Yuk mari kita berlomba-lomba menuai kebaikan dengan berbagi apa saja yang kita miliki sebagai bekal di akherat kelak, karena amal kebaikanmu adalah tabunganmu.

Salam,
Dwi Puspita

No comments:

Post a Comment

Yuk berkomentar :)